Thursday, January 22, 2009

Media sebagai Pembentuk Standar Penilaian

I’m beatifull no matter what they said.
Words can’t bring me down.
You’re beautiful in every single way.
(Christina Aguilera)

Perempuan diciptakan di dunia ini sebagai mahluk yang sangat unik dan yang pasti sangat cantik. Tidak ada perempuan yang tidak cantik, yang ada hanyalah perempuan-perempuan yang tidak menemukan kecantikannya.


Media memang memiliki peran yang sangat besar dalam hal pembentukan penilaian-penilaian yang saat ini telah terbangun di dalam pikiran hampir semua orang. Media selalu mengartikan kata “perempuan cantik” dengan sosok yang bertubuh langsing, berkulit putih dan berambut panjang. Padahal di kehidupan nyata, tidak semua perempuan dilahirkan dengan semua ciri-ciri tadi. Itu artinya penilaian oleh media,lebih kepada menghakimi.

Secara tidak kita sadari mungkin kita sering mengolok-ngolok atau malah menertawakan perempuan-perempuan yang bertubuh subur. Oleh karena itu, tidak heran jika kita banyak melihat perempuan-perempuan ini berusaha mati-matian untuk menguruskan badan. Meski efek samping dari usaha mereka sangat berbahaya, seperti sedot lemak misalnya.
Contoh lainnya adalah penilaian terhadap perempuan-perempuan yang berkulit gelap. Banyak iklan-iklan produk kecantikan yang secara terang-terangan memberikan penghargaan yang lebih tinggi kepada mereka yang berkulit putih dibandingkan dengan mereka yang berkulit gelap.

Melihat betapa timpangnya penilaian terhadap kecantikan seorang perempuan, adalah hal yang wajar bagi perempuan-perempuan yang merasa tidak cantik ini untuk berusaha tampil cantik sesuai dengan tuntutan media. Jangan pernah salahkan perempuan-perempuan ini. Mereka rela melakukan berbagai ritual pelangsingan badan, pemutihan kulit, atau pelurusan rambut hanya untuk mendapatkan decak kagum dari lawan jenisnya.

Siapa yang tidak mengetahui lukisan Monalisa karya Leonardo Da Vinci. Monalisa menjadi objek utama dalam lukisan tersebut dan ia diyakini sebagai perempuan yang sangat cantik. Padahal sebagaimana yang kita tahu dalam lukisan tersebut, Monalisa terlihat tidak langsing. Namun. Mengapa ia dapat dikatakan cantik? Pada zaman itu, perempuan yang dikatakan ‘cantik’ adalah mereka yang gemuk dan berlemak, mengingat saat itu adalah zaman kemakmuran.

Model bernama Twiggy muncul beberapa abad kemudian, dengan badannya yang sangat kurus. Dan tidak disangka-sangka, penilaian terhadap kecantikan pun berubah. Pada saat itu perempuan yang dikatakan cantik adalah mereka yang sangat kurus seperti lidi. Beberapa waktu kemudia, dunia diramaikan oleh hadirnya industri kebugaran dan hal yang sama terjadi kembali. Standar kecantikan untuk perempuan berubah lagi. Perempuan dikatakan cantik, jika memiliki badan yang padat dan berisi. Hingga saat ini pun standar cantik untuk perempuan selalu berubah mengikuti trend perkembangan zaman.

Seandainya tidak ada penilaian-penilaian terhadap kata’cantik’ dapat dipastikan bahwa setiap perempuan tentu saja akan terlihat dan merasa dirinya cantik. Tak peduli seperti apa bentuk fisiknya. Namun, setiap orang memiliki hak untuk memberi penilaian apapun di dunia ini, termasuk menilai orang lain. Tetapi, kita sebagai perempuan juga tetap harus merasa bersyukur telah diciptakan sedemikian rupa menawan dan berbeda dengan orang lain oleh Yang Maha Kuasa. Saat itu, saya yakin bahwa perempuan tersebut pasti akan mengakui dirinya cantik.

4 comment:

Anonymoussaid...

maksud dari standar penilaian itu apa ?????
jika penilaian akan suatu berita, media tidak sepenuhnya melakukan standarisasi tersebut, itu tergantung kepada perspektif masing-masing khalayak akan suatu berita yang diberikan...
namun media sangat aktif dalam membentuk perspektif khalayak tersebut dengan terpaan yang dilakukan secara berkesinambungan kepada khalayak...

Rainbow said...

saya setuju dengan anggapan bahwa media khususnya televisi memberikan standar kepada masyarakat, khususnya masyarakat indonesia.. hal tersebut mengingat bahwa sejak kita masih kecil kita sudah mengkonsumsi televisi yg menurut saya cukup over untuk ukuran anak kecil dan akhirnya hal tersebut menjadi budaya dan kebiasaan hingga dewasa kemudian diteruskan lg kepada anak cucu..

kl kita ga kuat2 iman bisa2 kita jadi korban dari media dan lupa syapa sebenarnya diri kita.. efek buruk dari media khususnya yg menyangkut fisik adalah menghilangkan kepercayaan diri kita melihat yg bagus menurut media adalah wanita yg langsing, berkulit putih dan berambut lurus yg pd akhirnya para perempuan berlomba2 untuk mendapatkan ciri fisik tersebut.. tidak hanya berefek pada kaum perempuan tetapi jg pd kaum pria yang menetapkan standar pasangan adalah langsing, berkulit putih dan berambut lurus, sedangkan mereka lupa pada kecantikan alami atau yg disebut dengan inner beauty..
agar kita tidak menjadi korban pd penilaian media maka kita harus meningkatkan kepercayaan pd diri kita, percaya bahwa tuhan menciptakan manusia dengan segala kelebihan dan kekurangannya..

Anonymoussaid...

ya mungkin emg perspektif umum yang dangkal untuk sebagian besar masyarakat seperti itu karena korban industri, banyak industri di dalamnya bukan cuma media massa, itu dia sisi media massa yang harusnya bisa di tanggapi secara lebih baik.

*fallenstar said...

sbenernya mungkin ga fungsi langsung kali yaaa..hehheee
media cuman bisa jadi faktor yang bisa merubah cara pandang individu terhadap suatu hal, selebihnya komunitas punya andil yang besar..
:)

 
© free template by Blogspot tutorial